FORUM PENGAJIAN QUR'AN HADITS

"Kami hanya ingin menegakkan nilai-nilai Al-Quran dan Al-Hadits"
cbox

Jumat, 05 Juli 2013

Keuntungan Menetapi Jama’ah

A. Dijamin Surga
Keuntungan yang paling utama dari menetapi jamaah adalah jaminan surga yang telah diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :

Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah belah atas 73, yang 72 ke Neraka dan yang satu ke Surga yaitu yang berjamaah. HR Abu Dawud : 3981

Dalam riwayat At-Tirmidzi Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa yang satu adalah yang menetapi agama sebagaimana yang dijalankan oleh Rasulullah dan para sahabat

Dan agama ini (Islam) akan berpecah belah atas 73 agama semuanya ke Neraka kecuali hanya satu yang ke Surga, para sahabat bertanya siapakah yang satu itu wahai Rasulullah ?, beliau menjawab yaitu yang menetapi sebagaimana yang aku dan para sahabat menetapinya. HR At-Tirmidzi : 2565 (Abu Isa : Hadits gharib)

Keterangan; yang diamalkan oleh Rasulullah dan para sahabat dalam menetapi Islam adalah dengan berjamaah dimana para sahabat berbaiat dan menjadikan Nabi bukan hanya sebagai Rasul akan tetapi juga sebagai Imam.

B. Rahmat Menyertai Jama’ah
Diantara hujjah yang semakinj memperkuat akan wajibnya berjamaah adalah adanya dalil-dalil yang shahih tentang janji Surga bagi yang berjamaah dan ancaman adzab Neraka bagi yang tidak berjamaah

Dari An-Nu’man bin Basyir dia berkata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;…Dan jamaah itu (mendatangkan) rahmat sedangkan firqah itu (mendatangkan) adzab.HR Ahmad : 17721

Dalam hal ini seorang ulama yang bermanhaj salaf yaitu Syaikh Khafidz bin Muhammad Al-hakami hafidzahullah berkata; Paling besarnya dampak positif yang diturunkan dalam menetapi Jamaah adalah “rahmat Allah” yang selalu menyertai jamaah, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam : Al jama’atu rahmah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sosok pribadi yang telah dianugerahi sabda yang singkat tapi mengandung makna yang luas, telah ”menjadikan” jamaah sebagai sumber datangnya rahmat.

Hal ini semata-mata untuk menjelaskan betapa eratnya kebersamaan rahmat denganjamaah, sesungguhnya rahmat senantiasa menyertai jamaah dalam setiap keadaan sehingga mengantarkan ke dalam surga yang nikmat

Dari Ibnu Umar dia berkata Umar berkhutbah di Al-Jabiah dia berkata;...Tetapilah oleh kalian berjamaah dan hindarilah berfirqah maka sesungguhnya setan bersama satu orang (yang menyendiri tidak berjamaah) dan dia menjauh dari dua orang (yang berjamaah) barangsiapa yang menghendaki tengah-tengahnya Surga maka hendaklah dia menetapi Jamaah, barangsiapa yang gembira karena kebaikan (yang dilakukannya)dan susah karena dosa (yang dilakukannya) maka itulah orang Iman (yang sesungguhnya). HR At-Tirmidzi : 2091 (Abu Isa berkata : Hadits ini Hasan shahih gharib)

C. Ikhtilaf Bisa Diselesaikan Dengan Adab Yang Mulia
Telah jelas dalil-dalil yang mewajibkan umat Islam membentuk jamaah, mempunyai imam yang dibaiat yang akan memimpin mereka menjalankan ibadah sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah di manapun mereka berkata sehingga diantara umat Islam akan dapat tercipta ukhuwah Islamiyah yang kongkrit, berlandaskan firman Allah dalam surah An-Nisa’ : 59

D. Keadaan Seberat Apapun Didalam Jamaah Masih Lebih Baik Daripada Didalam Firqah
Sudah menjadi janji Allah dan Rasul bahwa rahmat menyertai jamaah, berikut ini. Memang tidak dipungkiri bahwa masih dijumpai adanya perkara-perkara yang masih perlu diperbaiki di dalam jamaah seperti; imam yang adil / sewenang-wenangan, yang merasa berat di dalam menetapinya, akan tetapi keadaan seberat apapun di dalam jamaah itu masih lebih baik daripada di dalam firqah, karena di dalam jamaah tetap ada harapan rahmat dan Surga dari Allah, perhatikan nasihat dari sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud r.a

Dari Abdillah Dia berkata : Wahai manusia tetapilah oleh kalian taat dan jamaah karena sesungguhnya keduanya adalah taliNya Allah yang Allah telah perintahkan (agar berpegang teguh), dan sesungguhnya apa-apa yang kalian benci di dalam jamaah dan taat itu lebih baik daripada apa-apa yang kalian sukai di dalam firqah. Tafsir At-Tabhari : 5988
Wajibnya berjama’ah
A. Berjama’ah adalah ciri Agama Samawi
Salah satu cirri khas dari agama samawi (agama yang diturunkan oleh Allah dari langit dan bukan buatan manusia) yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul terdahulu adalah bahwa Allah memerintahkan agar orang-orang yang beriman di sepanjang zaman, agar; mereka berjama’ah dan janganlah berfirqah, perhatikan firman Allah :
۞ شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحًا وَٱلَّذِىٓ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِۦٓ إِبْرٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓ ۖ أَنْ أَقِيمُوا۟ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا۟ فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى ٱلْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ ٱللَّـهُ يَجْتَبِىٓ إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِىٓ إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ﴿الشورى:١٣﴾

Artinya : "Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwariskan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan ‘Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya." Qs. As Syura : 13

Keterangan : ayat diatas menjelaskan bahwa dari sejak terutusnya Nabi Nuh alaihis salam sebagai awal Rasul, Allah telah melarang mereka berfirqah, dengan kata lain Allah memerintahkan mereka agar berjama’ah. Kemudian kepada kita umat Nabi Muhammad dimana beliau adalah penutup para Nabi dan Rasul, Allah telah menegaskan perintah berjama’ah dan larangan berfirqah :

وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّـهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّـهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوٰنًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّـهُ لَكُمْ ءَايٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ ﴿آل عمران:١۰٣﴾

Artinya : "Dan berpeganglah kamu sekalian kepada tali (agama) Allah dengan berjama’ah dan janganlah kamu bercerai berai." Qs Ali Imran : 103

Keterangan : pada ayat ini secara tegas Allah memerintahkan agar Dienul Islam ditetapi dengan berjama’ah dan Allah melarang dari firqah (bercerai berai)

B. Bantahan dan jawaban :
Pendapat bahwa jami’an maknanya bukan jama’ah
Fihak yang “anti jama’ah” berpendapat bahwa; jami’an pada ayat di atas bermakna (kamu) semuanya jadi tidak ada hubungannya dengan perintah berjama’ah.

Jawabnya: Memang benar kalimat jami’an bisa bermakna semuanya, tapi kalimat jami’an pada ayat tersebut bermakna berjama’ah, hal ini di perkuat dengan adanya qarinah (rangkaian kalimat) yang bermakna larangan firqah (tidak jama’ah) di belakang kalimat jami’an. Perbandingannya perhatikan kalimat jami’an pada ayat berikut ini :

لَّيْسَ عَلَى ٱلْأَعْمَىٰ حَرَجٌ وَلَا عَلَى ٱلْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى ٱلْمَرِيضِ حَرَجٌ وَلَا عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَن تَأْكُلُوا۟ مِنۢ بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ ءَابَآئِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أُمَّهٰتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ إِخْوٰنِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخَوٰتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَعْمٰمِكُمْ أَوْ بُيُوتِ عَمّٰتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخْوٰلِكُمْ أَوْ بُيُوتِ خٰلٰتِكُمْ أَوْ مَا مَلَكْتُم مَّفَاتِحَهُۥٓ أَوْ صَدِيقِكُمْ ۚ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَأْكُلُوا۟ جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا ۚ فَإِذَا دَخَلْتُم بُيُوتًا فَسَلِّمُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِّنْ عِندِ ٱللَّـهِ مُبٰرَكَةً طَيِّبَةً ۚ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّـهُ لَكُمُ ٱلْءَايٰتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ﴿النور:٦١﴾

Artinya : "Tidak ada halangan bagi kamu untuk makan berjam’ah (bersama-sama) atau sendirian..." Qs An Nur : 61

لَا يُقٰتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِى قُرًى مُّحَصَّنَةٍ أَوْ مِن وَرَآءِ جُدُرٍۭ ۚ بَأْسُهُم بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ ۚ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ ۚ ذٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُونَ ﴿الحشر:١٤﴾
Artinya : "...Kamu kira mereka itu berjama’ah (bersatu) sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti." Qs Al Hasyr : 14

Mereka mengemukakan bantahan; Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir (Tafsit Ibnu Katsir adalah kitab Tafsir Al Qur’an yang paling popular karya Imam Imaduddin Isma’il bin Umar bin Katsir rahimullah wafat bulan Sya’ban 774 H - Februarii 1373 salah satu murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah) lafadz jami’an tidak diartikan berjama’ah.

Jawabnya: benar Imam Ibnu Katsir tidak member arti “berjama’ah” pada lafadz jami’an tapi dengan tengas beliau menjelaskan perintah berjama’ah pada kalimat wala tafarraqu perhatikan penjelasan beliau :

Adapun (arti) firman-Nya: wala tafarraqu; Allah perintah pada mereka agar berjama’ah dan mencegah mereka dari firqah. Kemudian beliau berhujjah pada dalil Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim

Dari Abi Hurairah r.a berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda“Sesungguhnya Allah ridha tiga perkara pada kamu sekalian dan benci tiga perkara pada kamu sekalian, yang Allah ridha adalah kalian beribadah kepada-Nya dengan tidak menyekutukannya dan bahwa kalian menetapi tali (agama) Allah dengan berjama’ah dan tidak berfirqah dan Allah benci dari kalian “dikatakan dan dia berkata” (katanya dan katanya) dan banyaknya pertanyaan dan menyia-nyiakan harta." HR Muslim : 4578

Catatan: dalam riwayat yang lain dijelaskan bahwa perkara ke-3 yang dicintai Allah adalah

Dan bahwa kalian berbakti (taat) kepada orang yang oleh Allah diserahi mengurus perkara kamu sekalian (imam)
Diantara sahabat Nabi adalah Abdullah bin Mas’ud yang memperkuat penafsiran jama’ah pada kalimat tersebut

Dari Abdullah bin Mas’ud r.a sesungguhnya dia berkata di dalam arti firman-Nya : wa’ tashimu bihablillahi jami’an dia mengatakan: (maksudnya adalah) al jama’ah. Tafsir At Thabari : 5973

Dan banyak dalil dari hadits-hadits yang shahih bahwa Rasulullah memerintahkan agar umatnya senantiasa luzumul jama’ah (menetapi jama’ah)

C. Kesimpulan
Berjma’ah di dalam menetapi Islam adalah suatu keniscayaan meskipun berjama’ah tidak masuk dalam rukun Islam yang lima, akan tetapi berdasarkan dalil-dalil shahih dari Al Qur’an dan As-Sunnah dapat diketahui dengan jelas bahwa Islamnya seseorang tidak akan sah melainkan dengan berjama’ah, maka jelaslah berjama’ah di dalam menetapi Islam hukumnya wajib, dalam qaidah ushul fiqh dijelaskan

Sesuatu perkara yang bila perkara wajib tidak bisa sempurnah melainkan dengannya maka hukum perkara itu adalah wajib. Al-qawa’id wa al-Ushul al-jami’ah wa al-Furuq wa at-Taqasim al-Badi’ah an-Nafi’ah (Syaikh as-Sa’di : 36) dan Nazhm al-Waraqat (Syaikh ad-Din al-Umrithi : 20)

Sebagai contoh perbandingan wajibnya berwudlu ketika akan shalat walaupun wudlu bukan bagian dari rukun shalat akan tetapi tidak sah shalatnya orang yang tidak wudlu. Singkat kata berjama’ah adalah kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, perhatikan hadits di bawah ini

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Dan aku perintahkan pada kalian lima perkara yang Allah telah perintahkan kepadaku denganya, yaitu; mendengarkan dan taat, jihad, hijrah dan jama’ah maka sesungguhnya barangsiapa yang memisahi jama’ah (walaupun) satu jengkal maka sungguh dia telah melepaskan tali Islam dari lehernya kecuali jika ia kembali dan barangsiapa yang memanggil (orang lain) dengan panggilan jahiliyah maka sesungguhnya dia termasuk keraknya jahannam, seorang lelaki bertanya “Wahai Rasulullah bagaimana jika dia tetap shalat dan berpuasa?” Nabi menjawab “Walaupun dia tetap shalat dan berpuasa, maka panggillah dengan panggilan Allah yang Allah telah namakan untuk kalian; orang-orang imanorang-orang Islam, wahai hamba Allah." HR At Tirmidzi : 2790 (Abu Isa : Hasan Shahih)

Ruginya Tidak Berjama'ah
A. Tidak Berjamaah Berarti Berada Di Luar Rahmat Allah
Sebaliknya memisahi jamaah juga menimbulkan dampak negative yang besar, yaitu keluar dari "rahmat Allah" menuju adzab (siksa)Nya, sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wal-firqatu adzab berarti dari hadits diatas dapat kita fahami bahwa tetapnya adzab bersama firqah sama halnya tetapnya rahmat bersama jamaah.

Selain dari itu, tidak menetapi jamaah menjadi sebab mati "su'ul khatimah" (sejelek-jeleknya kematian) apabila tidak bertaubat dan atau tidak kembali menetapi jamaah.

Dari Abi Hurairah dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Barangsiapa yang keluar dari ketaatan dan memisahi jamaah kemudian mati maka matinya dalam keadaan jahiliyah" HR. Muslim : 3437

Keterangan; Hadits diatas menerangkan bahwa mati dalam keadaan tidak berjamaah atau memisahi jamaah adalah mati jahiliyah berarti sejelek-jeleknya kematian, wal iyadzu billah

Sebagaimana rahmat senantiasa menyertai orang yang menetapi jamaah hingga membawahnya ke dalam surga, begitu pula adzab senantiasa menyertai ahli firqah hingga membawanya ke neraka.

Dari Ibni Umar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku atau umat Muhammad atas kesesatan dan tangan Allah bersama jamaah dan barangsiapa yang memisahi (keluar dari jamaah) maka memisahinya itu ke neraka" HR. At-Tirmidzi : 2093 (Abu Isa berkata: Hadits gharib, Syaikh Albani berkata: Hadits Shahih selain lafadz "wa man Syadza" : Shahih dan Dhoifnya Sunan At-Tirmidzi : 5/167)

B. Timbulnya Perselisihan Yang Liar Dan Terbiasanya Su'ul Adab Dalam Ikhtilaf Seperti; Munuduh Sesat Bahkan Saling Mengkafirkan
Suasana ukhuwah islamiyah tidak akan tercipta dengan tanpa adanya suatu jamaah, sebaliknya yang ada adalah situasi liar saling hujat, saling klaim merasa dirinya ataumanhajnya yang paling benar, contoh nyata adalah yang terjadi pada golongan"Salafiyyun", keberadaan merek a di Indonesia dan sekitarnya belum begitu lama sekitar tahun 1980-an dipelopori oleh Ust. Ja'far Umar Thalib, jumlah mereka pun belum begitu banyak, akan tetapi suasana di kalangan mereka senantiasa panas; saat ini dengan mudah dapat kita jumpai di toko-toko buku, kitab-kitab yang isinya tulisan saling hujat antar Salafi, bahkan Ust. Ja'far Umar sendiri sebagai pentolan mereka tidak selamat dari hujatan oleh bekas-bekas murid atau pengikutnya tersebut.

Dengan alasan jarh wat ta'dil mereka menghalalkan ghibah (membeicarakan kekurangan) terhadap ulama yang mereka anggap tidak "bermanhaj salaf" bahkan orang-orang yang dulunya telah berjamaah kemudian terpengaruh dengan propaganda "Salafi" nampak sekali perubahan akhlaqnya, yang asalnya santun menjadi liar, bahkan dengan bangganya mereka mencaci maki ulama yang telah berjasa memperkenalkan kepada mereka Al-Qur'an dan As-Sunnah, mereka hina dengan sebutan; si Dajjal Al-Kadzab dan sebutan-sebutan lain yang buruk, seperti itukah ajaran ulama Salafus shalih ?, padahal Allah dan Rasul mengajarkan sikap ta'dim kepada ulama siapapun mereka apalagi yang telah berjasa kepada kita memperkenalkan ayat-ayat Allah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mereka tidak mengindahkan adabul ikhtilaf atau mungkin belum pernah belajar mengenainya ?

Perhatikan firman Allah
Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah [1] maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati. Qs. Al-Hajj : 32

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Dari Abi Musa al-Asy'ari dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Sesungguhnya termasuk di dalam mengagungkan Allah adalah memuliakan orang Islam yang beruban (tua), pembawa Al-Qur'an (ulama) yang tidak melampaui dan tidak menjauhi Al-Qur'an dan memuliakan penguasa (imam) yang adil" HR. Abu Dawud : 4203

Nasihat dari Al-Imam Abu Al-Qasim Ibnu Asakir;
Sesungguhnya daging para Ulama itu beracun, dan adat (kebiasaan) Allah di dalam membuka tirai orang yang melecehkan mereka sudah diketahui, orang yang lancang lidahnya kepada Ulama Allah akan menimpakan bala' kepadanya berupa kematian hati sebelum kematian jasad. An-Nawawi : Majmu' Syarah Al-Muhadzab 1:24

Seharusnya jika benar-benar ingin mengikuti jejak / manhaj para salafus shalih terlebih dahulu mereka belajar akhlaqul kharimah sebab salah satu pokok ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah budi pekerti yang agung

Firman Allah ta'ala
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Qs. Al-Qalam : 4

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Dari Abi Hurairah dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik" HR. Ahmad : 8595

4 komentar:

Alhamdulilah Jaza Kumullohu Khoiro , Atas Komentarnya Semoga Alloh Paring aman, selamat, lancar, berhasil, barokah...!